Secarik Kisah Tanpa Akhir

          Aku mulai berjalan di dalam dunia yang sepenuhnya tercelup kebohongan. Dan ketika kedua pandangan bola mataku menyisip diantara bias-bias jendela, menelusuri tiap-tiap waktu yang selalu tak berpihak kepadaku. Mencari dimana senyumanmu berada dan mencari jatuhnya pandanganmu yang entah untuk siapa.
          Saat pagi tiba, kurasakan semangatku yang menggelora. Dan ketika kututup mataku aku sadar, semangat liar yang membara ini namanya adalah KAMU. Sedikit waktu yang pernah kita jalani ini bukanlah waktu yang sia-sia. Menghiasi relung sukmaku yang nampak kusam. Aku tak tahu mengapa, tapi itu sejak hadirmu kedalam hidupku.




Bintang-bintang akan menangis, aku tak bisa melihat kedalam matamu. Kau tak membutuhkan alasannya, tapi itu membuatku tak mengerti hingga sekarang. Untuk sesaat, semua ini berlalu dengan senyuman. Dan untuk selamanya, akan berakhir dengan air mata. Aku tak masalah dengan itu. Aku tak peduli tentang bagaimana hal ini akan berakhir bagiku. Yang aku tahu, aku tak ingin kau juga akan berakhir dengan air mata. Senyummulah yang aku perjuangkan. Biarpun hal itu akan terjadi bukan karena diriku.


           
Mereka berkata jangan menyerah sebelum mencoba. Tetapi aku selalu gagal dalam memulai. Menyerah adalah satu pilihan yang mutlak harus kuambil. Dari semua yang aku tahu, aku bukanlah dirimu. Kau pergi kemana, aku tak tahu. Untuk siapa? Aku tak tahu. Bulan yang berlumuran darah adalah satu-satunya tanda. Aku tak bisa melihat bagaimana hal ini akan berkahir. Atau mungkin, hal ini tak akan berakhir bagiku. Menyakitkan.

           Apakah aku buta atau aku tak tahu bahwa ini adalah jalan yang salah? Aku tersesat didalam mimpiku sendiri. Tak ada bintang dalam mimpiku, aku terjebak. Tak bisa aku melangkah maju, tak bisa juga aku melihat kebelakang. Hanya hitam pekat yang aku lihat. Hanya sunyi yang aku rasakan. Hanya kehampaan yang menemaniku.
            Diam yang kita lalui adalah petualangan. Petualanganku dalam kesengsaraan yang sedang aku buat. Tepat menghujam jantungku, menghantam relung sukmaku. Akankah aku sirna karenanya?. Akankah gejolak angan ini suatu saat akan berhenti? Apakah khayalanku akan semakin berpacu terhadap diam yang sedang kita jalani? Sekali lagi aku tak mengerti dan tak ada yang ingin kuketahui. Aku masih berjalan, sendiri.


Kage-