Kita
terbuat dari kepingan-kepingan yang pada awalnya hendak disatukan oleh tujuan
yang serupa. Perlahan saling mendekat, meski sekali pun tak pernah
bersinggungan. Menatap jalan yang sama, lautan biru yang terhampar luas di
angkasa, dan mimpi hari esok yang sama. Aku tahu ada diriku dalam setiap mimpi
dalam tidur malammu, dulu. Saling bertanya-tanya pada ketidakpastian apakah
kita pernah saling memikirkan dan memimpikan satu sama lain pada waktu yang
sama. Aku tahu jawabannya, teramat tahu sampai aku enggan tuk mengakuinya.
Memungut detik yang terus berdetak,
merangkainya seperti bunga, dan memaknainya sebagai cinta. Kita sudah hancur
sejak awal. Mencari-cari cara untuk tetap melangkah ke depan, merapal doa di
tiap malam yang dipenuhi gelisah. Mengapa begitu sulit bagiku untuk
mengatakannya? Bahwa dalam setiap khayalku ada sekeping dirimu di sana. Kamu
menganggap aku ada di depanmu, selalu memudar saat akan kaugenggam.
Kenyataannya aku seperti daun-daun yang berguguran, yang senantiasa bersitahan
terhadap rasa sakit akibat terhempas oleh angin, rasa sakit yang tiada habisnya.
Terjatuh ke rerumputan, menatap sayu ke atas, memandang sesuatu yang selama
ini senantiasa luput.
We are made from broken parts, we
are broken from the start-
Mata tak pernah berdusta bukan?
Selalu mengatakan kebenaran. Namun entah mengapa, aku tak mampu melihat
kebenaran itu. Ataukah aku memang tak ingin mengetahuinya? Entahlah, aku rasa
waktu pun takkan mampu menjawabnya. Kita kehilangan mimpi di sepenjang jalan
yang menuju tempat yang sama. Menatap langit yang tak dikenal, menatap langit
yang tak lagi sama. Kau tidak pernah tahu bahwa kehadiranmu berarti besar
bagiku, dirimu begitu berarti dalam hidupku.
Tanpa sadar, kita saling menyakiti
diri kita masing-masing. Menyayat hati yang ditakdirkan rapuh saat berhadapan
dengan duri-duri cinta. Hingga pada suatu hari, ketika waktu mulai mengikis
setiap harapan yang melindungi hatimu dari rasa sakit, ketika hati mulai
terkoyak menghadapi ketidakpastian. Tetapi aku tetap berdiri di sini, di tempat
yang sama sementara kau perlahan mulai menjauh. Ketika dirimu sudah tak mampu
lagi menahan rasa sakit, bertanya padaku apa arti dirimu dalam hidupku. Ketika
aku menjawabnya hanya dengan kata ‘teman’, percayalah aku juga merasakan rasa
sakit yang serupa.
I still have a longing for your
memory, even if it only causes pain~
Orang-orang berkata kau tak menyadari
betapa berharganya sesuatu itu sampai hal itu menghilang dari hidupmu. Aku
ingin kamu tahu, sesuatu itu adalah dirimu. Sesuatu yang sekarang telah hilang,
pergi dari hidupku. Percayalah, aku begitu mencintaimu. Namamu senantiasa
terselip dalam setiap doa yang aku panjatkan. Aku mencintaimu, itu sebabnya aku
takkan pernah berhenti mendoakan keselamatanmu.
Kala itu di bulan April, katamu itu
ketika kita pertama bertemu. Mungkin itu salah satu hari terindah dalam hidupku
meski pun aku tak mengetahuinya. Dan kala itu di bulan Februari, ketika kata “teman”
aku ucapkan, itu adalah salah satu hari terburuk dalam hidupku. Tak ada
kebohongan yang terasa manis. Tetapi meski pun demikian, aku tetap ingin kamu
tahu bahwa di dalam hatiku telah terukir satu nama yang akan selalu aku kenang.
Sebuah cinta yang tak tergapai dalam kisah masa mudaku.
Now you’ve gone away, where can I
go from here?~