Kebohongan di Bulan Februari

            Kita terbuat dari kepingan-kepingan yang pada awalnya hendak disatukan oleh tujuan yang serupa. Perlahan saling mendekat, meski sekali pun tak pernah bersinggungan. Menatap jalan yang sama, lautan biru yang terhampar luas di angkasa, dan mimpi hari esok yang sama. Aku tahu ada diriku dalam setiap mimpi dalam tidur malammu, dulu. Saling bertanya-tanya pada ketidakpastian apakah kita pernah saling memikirkan dan memimpikan satu sama lain pada waktu yang sama. Aku tahu jawabannya, teramat tahu sampai aku enggan tuk mengakuinya.
            Memungut detik yang terus berdetak, merangkainya seperti bunga, dan memaknainya sebagai cinta. Kita sudah hancur sejak awal. Mencari-cari cara untuk tetap melangkah ke depan, merapal doa di tiap malam yang dipenuhi gelisah. Mengapa begitu sulit bagiku untuk mengatakannya? Bahwa dalam setiap khayalku ada sekeping dirimu di sana. Kamu menganggap aku ada di depanmu, selalu memudar saat akan kaugenggam. Kenyataannya aku seperti daun-daun yang berguguran, yang senantiasa bersitahan terhadap rasa sakit akibat terhempas oleh angin, rasa sakit yang tiada habisnya. Terjatuh ke rerumputan, menatap sayu ke atas, memandang sesuatu yang selama ini senantiasa luput.
We are made from broken parts, we are broken from the start-
           Mata tak pernah berdusta bukan? Selalu mengatakan kebenaran. Namun entah mengapa, aku tak mampu melihat kebenaran itu. Ataukah aku memang tak ingin mengetahuinya? Entahlah, aku rasa waktu pun takkan mampu menjawabnya. Kita kehilangan mimpi di sepenjang jalan yang menuju tempat yang sama. Menatap langit yang tak dikenal, menatap langit yang tak lagi sama. Kau tidak pernah tahu bahwa kehadiranmu berarti besar bagiku, dirimu begitu berarti dalam hidupku.

            Tanpa sadar, kita saling menyakiti diri kita masing-masing. Menyayat hati yang ditakdirkan rapuh saat berhadapan dengan duri-duri cinta. Hingga pada suatu hari, ketika waktu mulai mengikis setiap harapan yang melindungi hatimu dari rasa sakit, ketika hati mulai terkoyak menghadapi ketidakpastian. Tetapi aku tetap berdiri di sini, di tempat yang sama sementara kau perlahan mulai menjauh. Ketika dirimu sudah tak mampu lagi menahan rasa sakit, bertanya padaku apa arti dirimu dalam hidupku. Ketika aku menjawabnya hanya dengan kata ‘teman’, percayalah aku juga merasakan rasa sakit yang serupa.
I still have a longing for your memory, even if it only causes pain~
            Orang-orang berkata kau tak menyadari betapa berharganya sesuatu itu sampai hal itu menghilang dari hidupmu. Aku ingin kamu tahu, sesuatu itu adalah dirimu. Sesuatu yang sekarang telah hilang, pergi dari hidupku. Percayalah, aku begitu mencintaimu. Namamu senantiasa terselip dalam setiap doa yang aku panjatkan. Aku mencintaimu, itu sebabnya aku takkan pernah berhenti mendoakan keselamatanmu.
            Kala itu di bulan April, katamu itu ketika kita pertama bertemu. Mungkin itu salah satu hari terindah dalam hidupku meski pun aku tak mengetahuinya. Dan kala itu di bulan Februari, ketika kata “teman” aku ucapkan, itu adalah salah satu hari terburuk dalam hidupku. Tak ada kebohongan yang terasa manis. Tetapi meski pun demikian, aku tetap ingin kamu tahu bahwa di dalam hatiku telah terukir satu nama yang akan selalu aku kenang. Sebuah cinta yang tak tergapai dalam kisah masa mudaku.

Now you’ve gone away, where can I go from here?~