Dikatakan atau tidak, aku tetap
cinta. Pernah memiliki atau pun tidak, pada akhirnya aku tetap kehilangan. Saat
aku kesepian atau tidak, tak pernah sekali pun aku merasa bahwa aku sama sekali
tidak merindukanmu.
Bukankah kerinduan akan selalu menghadirkan
siksa? Aku tersisksa di setiap kali aku menghembuskan nafas. Jari-jemariku yang
lemah tak mampu menghapus setiap jengkal lukaku, luka yang senantiasa
bersemayam di dalam relung sukma. Jantung yang sudah kebal, atau mungkin hatiku
malah diam-diam menikmati setiap rasa sakit yang mendera. Datang silih
berganti, rasa sakit yang tak pernah lelah. Dengan sabar aku senantiasa
bersitahan dari rasa sakit ini. Membungkus rindu menggebu yang tak pernah mampu
aku lepas.
tak ada yang lebih tabah dari hujan bulan
juni
dirahasiakannya rintik rindunya kepada
pohon berbunga itu-
Seperti
ada tembok besar yang membatasi, melarangku melihat sisi seberang. Langkah
tertahanku penuh rasa ragu. Aku seperti menemui banyak persimpangan ketika
otakku berpikir tentang segala kemungkinan sesaat setelah aku jatuh kepadamu.
Membebaniku dalam penantian panjang akan cinta. Berharap cemas bahwa sang Cupid akan mengiringiku dalam melangkah,
kenyataannya aku tetap sendiri di satu tempat yang sama. Entah sudah berapa
jejak yang aku lukis, aku hanya akan menemukan tempat yang sama. Sebuah ruang
rindu yang penuh akan ragu. Dan aku tahu, aku harus menghapus begitu banyak jejak
langkahku.
tak ada yang lebih bijak dari hujan bulan
juni
dihapusnya jejak-jejak kakinya yang
ragu-ragu di jalan itu-
Kembali
membuka kenangan lama, yang aku temukan kemudian hanya kepengecutan. Lembar
demi lembar yang aku buka perlahan, membuatku tersadar akan sesal masa lalu.
Masih kuingat betul harum rambut panjangmu, yang membuatku terdiam meresapi
setiap tarikan nafas yang aku hirup perlahan. Begitu menusuk. Membawaku ke
dalam lamunan panjang, yang hanya ada kamu di dalamnya, tidak denganku.
Sekarang
aku tiba di ujung lamunan, aku tiba di ujung penantian yang sia-sia. Kubuang
jauh semua perasaan. Begitu banyak yang tak tersampaikan di dalam penantian.
Kata-kata yang terasing dari tempatnya. Kata-kata yang kubuang jauh dalam
ketidakberdayaan. Bukankah dikatakan atau tidak semua ini tetaplah sama?
tak ada yang lebih arif dari hujan bulan
juni
dibiarkannya yang tak terucapkan diserap
akar pohon bunga itu-
Terinspirasi dari puisi milik Sapardi Djoko Damono - Hujan Bulan Juni