Ketika Semesta yang Kulihat Hanya Kamu

Ketika mengagumimu menjadi puncak deru imajinasiku. Dirimu yang mengendap di panas keningku. Sedang dalam angan, tak henti-hentinya kucari dirimu. Menenggelamkan diri dalam lamunan adalah candu bagiku kini. Tak apa aku kembali sendiri. Aku hanya ingin mengabadikan dirimu dalam ingatanku. Agar kelak tak kulupa tentang bagaimana aku hidup –mengagumimu.

Malam berjumpa kelam, sedang angan berjumpa kenaifan. Kertas-kertas puisiku menjelma bebatuan. Entah bagaimana aku harus meletakkan namamu di seluruh bagian puisiku. Tidak di antara bintang-bintang, tidak di puncak keabadian.  Aku hanya ingin kamu ada di dalam hal yang bisa membuatku bertahan.

Aku tidak pandai berbicara, juga bercerita. Aku hanya bisa berkata melalui tulisan yang sesungguhnya tak layak untuk kaubaca. Aku seorang laki-laki yang tak berani menyentuh ruangan suci, yang kerap dinamai manusia dengan nama hati. Lalu pantaskah aku untuk mencoba menanti?

Kutatap sorot matamu, di setiap waktu aku melihatmu. Menerka dalam diam tentang apa yang kau sembunyikan. Tentang masa lalu, cinta, dan juga harapan. Aku ingin mengetahui segala tentangmu. Juga tentang kekhawatiran yang mungkin saja menyelinap di balik raut wajahmu. Akankah ada aku di dalam berbagai cerita dan derita yang selalu terlintas dalam benakmu?

Yang kutahu adalah kamu, dan hanya kamu. Kisah-kisah yang kutulis mencoba untuk berubah arah. Puisi-puisi yang pernah kautulis menghadirkan tanya tentangmu juga tentangku. Sebenarnya saja, aku senantiasa berpikir kamu adalah penyair yang bisa mewakili segala rasa. Sedang aku, hanya bisa mengurai takdir-takdir yang mencoba membuatku jatuh. Aku bukan peramu kisah-kisah hebat, tetapi itu kamu.

Ketika segala hal yang ingin aku ketahui hanyalah kamu, apakah semesta akan memberi kesempatan bagiku untuk mencintaimu?

Kage-