Hari ini, ketika aku melangkahkan kaki untuk
kembali ke kota di mana aku mendewasakan diri dan mencari jati diri, hatiku
serasa teriris kembali. Melihat bagaimana bangunan tua penuh kenangan yang
dihancurkan untuk kemudian diganti dengan bagunan baru yang modern. Ya,
bangunan-bangunan yang menjadi saksi bisu atas kegagalanku meraihmu. Kau yang
sudah di depan mata, bahkan sudah berada di telapak tangan namun aku tak mampu
untuk menggenggamnya barang sedetik saja.
Menghirup aroma luka seakan sudah
menjadi suatu candu bagiku. Atau barangkali, aroma luka adalah
oksigen yang tepat bagi paru-paru bisu dan jantungku. Bayangmu yang ternyata
masih terselip di balik pori-pori kulit, selalu menahan tanganku yang hendak
membuka lembaran baru. Percuma saja ternyata. Berapa kali pun aku hendak
menjatuhkan diri ke dalam genggaman seseorang, pada akhirnya aku hanya akan
kembali teringat dirimu. Aku hanya akan kembali teringingat saat-saat aku jatuh
sejatuh-jatuhnya ke dalam matamu. Bahkan setelah menjadi kenangan, kau tetap
tak bisa kumenangkan. Melenyapkan aksara yang aku rangkai dengan penuh asa.
Aku memiliki kesadaran penuh tentang
diriku. Aku yang selalu menempatkan tanda tanya di mana saja kaki ini hendak
melangkah dan di mana saja hati ini akan terjatuh pasrah. Tak ada keraguan
sedikit pun dalam keputusan yang aku buat, namun pada akhirnya aku hanya akan
terjatuh ke tanah. Hanya sesal yang tersisa dari masa silam. Kemudian
sekarang, meski aku berada di dalam ruang yang penuh dengan keindahan dan
kebahagiaan, tetap saja hambar yang terasa dan hanya kau yang berhasil kurasa.
Pandangan mataku hanya akan tertuju kepadamu, selalu.
Hati kita pernah saling berkejaran. Waktu
yang tak pernah kita anggap ada. Dan cinta, yang diam-diam menikam hati. Aku
berakhir dengan termangu dalam sebuah penantian panjang yang entah batasnya.
Meski sudah sejak lama kauputuskan untuk berhenti mengejar dan mengakhiri
penantian, aku masih di sini memandangi cemerlang birunya langit yang terlukis
indah pada nama dan hatimu. Masih saja kupercayai dengan sepenuh hati tentang
mimpi yang menempatkan kita berdua di antara gemerlap bintang-bintang akan
terwujud kelak di masa depan.
Cinta tak pernah salah menunjukkan jalan.
Akulah yang menjadi korban atas begitu berkuasanya akal daripada perasaan. Jika
aku putuskan untuk tetap bertahan entah sampai kapan, akankah Cupid memberiku
sekali lagi kesempatan untukku memiliki dirimu seutuhnya? Atau jika aku
putuskan untuk ikut mengakhiri penantian seperti yang kaulakukan, mampukah aku
mencintai lagi? Akankah Cupid membantuku untuk mendapatkan cinta yang lain?
Sekarang aku hanya bisa bertanya dengan
semesta dan berharap agar cinta akan mewujudkan dirinya lagi dalam bentuk yang
lain. Bertanya dan berharap perihal rasa yang tak lagi kaurasa.
Kage-