Takdir Hampa

Apa yang aku bayangkan dan harapkan selalu hal-hal yang tampak mustahil. Hingga tiba pada waktunya, aku tahu bahwa hal-hal tersebut memang mustahil. Ketika aku menyadarinya, segala sesuatunya telah berakhir. Meski begitu, mengapa aku masih mengharapkan sesuatu yang serupa? Hei, aku benar-benar na'if bukan? Aku seperti astronot yang mengira dirinya paling hebat dan mengetahui segala sesuatu. Padahal dia teramat kecil dan belum tahu apa-apa.

Padahal aku tahu keberadaanku telah digantikan. Kulihat orang yang mencintaimu, juga kau cintai. Kehadiranku sudah tidak berarti apa-apa lagi bagimu. Telah menjadi kenangan yang mungkin tak mau kau akui. Atau barangkali, kau malah tak menyadarinya. Perihal kau yang sudah tak merasa, aku tak masalah. Perihal aku yang sudah tak kau ingat, aku masih kuat untuk melaluinya seorang diri. Tetapi perilah cintamu, aku masih begitu mendambakannya.

Jika kutahu mencari penggantimu ternyata sesulit ini, aku pikir lebih baik jika dulu aku tak melepasmu. Aku masih ingat bagaimana aku melepasmu tanpa ucapan perpisahan, apalagi ucapan terima kasih. Sedang seharusnya aku tahu waktu itu hatimu hancur sehancur-hancurnya. Aku yang pura-pura tidak tahu, atau mungkin aku yang menolak kenyataan bahwa sesungguhnya aku mencintaimu. Sekarang aku merasakan hal serupa. Aku tahu ini pantas aku dapatkan, barangkali sebagai balasan. Mengingat apa yang telah aku perbuat dalam hidupmu. Aku sungguh-sungguh menyesal telah datang mengetuk pintu hatimu lalu kutinggal begitu saja tanpa mengetahui bagaimana dalamnya.

Ternyata aku masih menginginkannya. Dua tahun belakangan  kau selalu menjadi orang yang pertama. Bahkan ketika waktunya belum tiba, kau menjadi yang pertama yang mengucapkannya. Aku memang bodoh dan tak berguna karena sempat menyangkal perasaanku sendiri. Aku tak mau tahu seberapa kerasnya kau berjuang untuk mencoba membuatku hanya memandangmu seorang. Aku memang bodoh karena membiarkanmu berlalu begitu saja. Aku memang lelaki bodoh. Aku juga tak sekuat yang kau kira selama ini, karena pada kenyataaanya aku begitu rapuh dan lemah.

Sekarang bagaimana kabarmu? Sungguh aku masih ingin tahu tentangmu. Mungkin tepatnya, aku ingin tahu tentangmu karena aku memang tak tahu apa-apa tentangmu. Aku sudah lelah menjalani segala sesuatunya sendirian. Aku sudah lelah menanggung beban dan kegelisahan ini sendirian. Aku ingin kau mengatakan padaku bahwa aku masih memiliki kesempatan. Entah bersamamu atau di tempat lain. Meski aku tahu, sepertinya sudah tak ada kesempatan bagiku di manapun itu. 


Aku pikir beginilah hidup. Seseorang akan mengambil tempatku, lalu cerita akan berlanjut. Begitulah kenyataan hidup berjalan. Berkatmu aku tahu tentang jalan yang aku tempuh. Juga tentang betapa hancurnya diriku sekarang. Aku jadi bisa mengetahui siapa aku sesungguhnya. Hanya seorang manusia yang memikirkan dirinya sendiri. Tentang takdir yang aku jalani, aku juga sudah sadar perihal itu. Aku tak memiliki apa-apa dalam hidup. Aku juga tak tahu untuk apa aku hidup, tentang alasan keberadaanku yang aku tak tahu. Aku sudah mencarinya, tetapi tak kunjung kutemukan. Sekarang, ketika aku terbangun di tengah malam, aku tersadar. Aku sedang melalui kekosongan. Hidupku tak lebih baik dari gersangnya gurun yang masih memiliki sesuatu di dalamnya. Ternyata aku benar-benar orang yang hampa.